PENA24JAM, SIMALUNGUN – Keturunan delapan Harajaon Simalungun akan membentuk Lembaga Pemangku Adat. Pembentukan lembaga tersebut didasari karena sudah terjadinya degradasi adat Budaya Simalungun.
Selaku salah satu Inisiator, Hermanto Sipayung mengatakan, pembentukan tersebut akan dilakukan pada Harungguan yang dilaksanakan 12-13 Agustus 2022 mendatang di Siantar Hotel, Kota Pematang Siantar, Sumut.
![](https://www.pena24jam.com/wp-content/uploads/2023/08/1000028430.jpg)
Menurut Hermanto, pertemuan antar Hasusuran Kerajaan, dilatar belakangi kondisi semakin kabur dan abstraknya, pelestarian Budaya Simalungun khususnya di Wilayah Siantar Simalungun.
“Dalam pertemuan 28 Mei 2022 lalu, 8 keturunan harajaon/hasusuran memerintahkan inisiator untuk segera membetuk lembaga pemangku adat, yang benar-benar bisa melestariakan adat Simalungun, yang saat ini semakin terdegradasi,” ucap Hermanto Sipayung didampingi para Ahli Waris tujuh Kerajaan Simalungun, Selasa (2/8/2022) sekitar jam 14.30 WIB.
Sementara, Jantoguh Damanik sebagai Ahli Waris Kerajaan Nagur mengatakan, bahwa bangsa Simalungun tidak hanya mengalami Degradasi adat, tetapi juga degradasi orang.
Hal tersebut diungkapkannya, karena banyak fakta orang Simalungun menghilangkan marganya sendiri, kemudian adanya orang Simalungun yang pindah ke suku lain.
“Bangsa Simalungun tidak hanya mengalami Degradasi adat, tetapi juga Degradasi orang. Faktanya, banyak orang Simalungun yang tidak melaksanakan adat Simalungun,” tegas Jantoguh Damanik.
Jantoguh menerangkan, Degradasi budaya Simalungun juga terlihat dari adanya aktivitas budaya baru, yang bukan inovasi orang Simalungun, melainkan terpengaruh budaya orang lain.
“Misalkan, di daerah Purba adat Toba sudah menjadi adat Simalungun, di daerah perbatasan Karo adat Simalungun itu terpengaruh adat Karo dan di pesisir malah tidak punya adat lagi,” papar Jantoguh.
Jantoguh menjelaskan, bahwa di Simalungun bawah, saudara-saudara Simalungun yang Muslim, belum pernah menafsirkan bagaimana kaitan hukum-hukum Islam dengan adat Simalungun.
Menurut Jantoguh, bahwa degradasi budaya Simalungun ini terjadi dikarenakan adanya pergeseran-pergeseran aktivitas budaya yang sudah lama berlangsung, sejak Tahun 1947.
Pada saat itu, lanjutnya, ada pasca Kemerdekaan, terjadi revolusi sosial pembunuhan Raja-Raja Simalungun. Hal itu menciptakan perasaan mengerikan bagi bangsa Simalungun.
Sehingga, banyak orang Simalungun yang malu, bahkan yang takut mengakui bahwa dirinya adalah orang Simalungun. “Makanya banyak di Simalungun ini, mengaku marga A ternyata usut punya usut marganya B,” ucap Jantoguh.
Jantoguh menambahkan, selama ini belum ada kelembagaaan pemangku adat yang ideal, sehingga pihaknya bersama Ahli Waris Kerajaan Simalungun lainnya, akan membentuk Lembaga Pemangku Adat yang ideal yang mengakar sampai kepada masyarakat di pedesaan.
“Ini lah dasar dari maklumat Raja-Raja untuk pembentukan lembaga adat yang ideal dan langsung mengakar kepada masyarakat demi melestarikan adat Simalungun,” tandas Jantoguh.
Diketahui, 8 Kerajaan atau Harajaon (Hasusuran) yang terlibat antara lain, Hasusuran Nagur, Tuan Jantoguh Damanik, Hasusuran Harajaon Siantar, Tuan Friado Damanik, Hasusuran Kerajaan Tanah Jawa, Tuan Kasli Sinaga, Hasusuran Kerajaan Dolog Silou, Tuan Tanjargaim Purba Tambak.
Selanjutnya, Hasusuran Kerajaan Raya, Tuan Jaserman Saragih, Hasusuran Kerajaan Purba, Tuan Conrad L Purba Pakpak, Hasusuran Raja Panei, Tuan Andi R Purba Dasuha, Hasusuran Raja Silimahuya, Tuan Raja Setya Negara Girsang. (rel)
Discussion about this post