Oleh: Jonli Simarmata, ST
Pernah menjabat PPK Kecamatan Panei pada Pilgubsu 2018, Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. Saat ini sedang aktif sebagai Panwaslu Kecamatan Panei.
PENA24JAM.COM, SIMALUNGUN –
Masalah data pemilih merupakan sebuah persoalan yang kompleks. Meskipun dilakukan pemutakhiran secara berkelanjutan, masalah data pemilih akan selalu ada. Bagaikan rambut, dipangkas tumbuh lagi, dicukur tumbuh lagi. Artinya, data pemilih tidak akan pernah sempurna, namun bisa mendekati sempurna.
Akurasi dari sebuah Data Pemilih akan menjadi tumpuan dasar dalam mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) agar berjalan dengan lancar, efesien dan berkualitas. Data yang akurat juga akan berdampak pada efisiensi anggaran. Artinya, untuk mensukseskan sebuah pemilu harus diawali dengan data pemilih yang akurat.
Pemutakhiran data pemilih pada tahapan Pemilu 2024, berlangsung pada 12 Februari sampai dengan 14 Maret 2023 lalu. Pemutakhiran dilaksanakan oleh Pantarlih dibantu oleh PPS, PPK dan KPU Simalungun.
Sebagai Panwaslu di Kecamatan Panei, saya menemukan adanya hal yang unik yang tidak bisa diselesaikan. Ada sebanyak 381 pemilih yang tidak dikenal atau tidak dapat ditemui, masih terdaftar di DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan masih menjadi pemilih aktif setelah berlanjut ketahap penyusunan DPSHP (Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan) yang saat ini tengah berjalan.
Temuan itu berada di Desa Siborna, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Jajaran KPU Simalungun tidak memberikan perlakuan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) terhadap 381 pemilih tersebut karena tidak memiliki dasar hukum untuk mencoret atau membuat TMS.
Ada perbedaan dasar hukum penyusunan daftar pemilih pada Pemilu 2019 dengan Pemilu 2024. Di Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 tentang penyusunan daftar pemilih sebagaimana telah diubah dua kali dan terakhir menjadi PKPU nomor 11 tahun 2019, perlakuan terhadap pemilih yang tidak dikenal atau tidak dapat ditemui adalah dicoret atau di TMS-kan dengan kode 5.
Sementara di Peraturan KPU nomor 7 tahun 2022 tentang penyusunan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilih umum dan sistem informasi data pemilih sebagaimana telah diubah menjadi PKPU nomor 7 tahun 2023 dan turunannya Keputusan KPU-RI nomor 27 tahun 2023 tentang pedoman teknis penyusunan daftar pemilih, pemilih yang tidak dikenal dan tidak dapat ditemui hanya dilakukan penandaan dan tidak dapat dicoret atau TMS-kan. Ketika tidak diberikan perlakuan, maka secara otomatis pemilih tersebut tetap menjadi pemilih aktif di SIDALIH (Sistem Informasi Data Pemilih).
Menindaklanjuti data 381 pemilih yang tidak dikenal atau tidak dapat ditemui tersebut, saya telah melakukan klarifikasi secara lisan kepada PPK Kecamatan Panei, PKD (Pengawas Kelurahan/Desa) dan PPS Desa Siborna. Informasi yang saya terima, PKD dan PPS telah melakukan konfirmasi kepada pemerintah setempat yakni Pangulu (Kepala Desa) dan Gamot (Kepling).
Hasilnya, dipastikan bahwa 381 pemilih yang tidak dikenal tersebut adalah benar bukan warga di Desa Siborna. Artinya, besar kemungkinan, 381 data pemilih tersebut akan terdata di DPT pada pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang.
Adanya perubahan teknis dalam penyusunan daftar pemilih sebagaimana tertuang di Peraturan KPU nomor 11 tahun 2018 dengan Peraturan KPU nomor 7 tahun 2022, bukan sesuatu yang salah. Menurut saya, hal itu dilakukan oleh KPU Republik Indonesia adalah dalam rangka melindungi hak pilih setiap Warga Negara Indonesia. Untuk memberikan jaminan kepada publik bahwa jajaran KPU tidak akan mudah untuk mencoret atau memperlakukan TMS terhadap setiap pemilih.
Setelah melakukan analisa secara mendalam, munculnya 381 data pemilih tersebut bukanlah kesalahan dari KPU Simalungun karena sumber data tersebut bukan dari DPB (Daftar Pemilih Berkelanjutan) yang dikelola KPU Simalungun, melainkan bersumber dari DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) yang dikelola oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Belum diketahui pasti apa yang menjadi penyebab munculnya data tersebut. Apakah karena adanya warga setempat yang sebelumnya telah pindah domisili namun belum mengurus administrasi kependudukan, apakah karena adanya dampak pemekaran Desa yang berlangsung puluhan tahun yang lalu, apakah ada warga dari daerah lain mengurus pindah ke Desa tersebut namun tidak bertempat tinggal disana, dan atau apakah karena adanya kesalahan penginputan data administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil?
Ada dampak yang cukup signifikan ketika data 381 tersebut masuk ke tahap pemungutan suara. Yang sangat menonjol adalah terkait logistik pemungutan suara. Data pemilih di Desa Siborna saat ini (tahapan DPSHP menuju DPT) berjumlah 1000 (seribu) pemilih tersebar di 5 TPS. Apabila dikurang 381, jumlah pemilih yang sebenarnya hanya 619 pemilih. Dengan jumlah 619 pemilih, maka jumlah TPS yang relevan di Siborna adalah 3 TPS. Karena batas maksimal pemilih dalam satu TPS adalah 300 pemilih.
Sesuai data anggaran yang dipublikasikan Kementerian Keuangan RI, anggaran untuk satu TPS di Pemilu 2024 direncanakan mencapai puluhan juta rupiah. Honor 7 orang KPPS, 2 petugas ketertiban dan 1 pengawas TPS diperkirakan mencapai 10 juta lebih. Ditambah lagi logistik pengadaan surat suara, kotak suara dan pengadaan logistik pemungutan suara lainnya.
Penghitungan ini masih yang terjadi di satu Desa. Bagaimana apabila hal ini terjadi di beberapa Desa di seluruh Indonesia? Di Kecamatan Panei sendiri ada beberapa Desa yang juga mengalami hal yang sama. Ada sejumlah data pemilih yang tidak dikenal atau tidak dapat ditemukan, namun jumlahnya masih tergolong kecil atau tidak sebanyak yang terjadi di Desa Siborna.
Selain dampak di bidang anggaran, 381 pemilih tidak dikenal juga membuka ruang bagi oknum-oknum tertentu atau berpotensi untuk disalah gunakan dalam memuluskan kepentingan politik di Pemilu.
Maka berdasarkan fakta-fakta tersebut, demi mewujudkan pemilu yang berkualitas dengan anggaran yang efesien, dibutuhkan kerjasama dan kepedulian seluruh pihak dalam memberikan tanggapan dan masukan kepada Komisi Pemilihan Umum pada proses penyusunan daftar pemilih.
Sebagai warga Negara, dengan cara menyiapkan dan memberikan data administrasi kependudukan dengan benar, telah membantu penyelenggara pemilu dalam mensukseskan pemilihan umum. Termasuk juga peranan pemerintah daerah melalui Disdukcapil dalam menyajikan data kependudukan yang akurat akan menjadi alat utama KPU dalam menciptakan data pemilih yang akurat. Karena data pemilih yang akurat akan melahirkan penghematan anggaran, dan akan menjadi pondasi awal dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas. (*)
Discussion about this post