PENA24JAM, SIMALUNGUN – Ketika pilpanag ditunda, delapan fraksi di DPRD Simalungun sepakat tak akan membahas Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) 2022 dan Rancangan APBD 2023.
“Kita, dari delapan fraksi sudah sepakat tak akan membahas agenda besar itu ketika pilpanag ditunda,” tegas Ketua Fraksi NasDem, Bernhard Damanik saat rapat di ruang badan anggaran (banggar) bersama eksekutif, Senin (25/7/2022) sekitar jam 14.30 WIB.
Untuk itu, TAPD disarankan agar tidak bermain-main dan harus melaksanakan pilpanag (pemilihan pangulu nagori) pada tahun 2022 ini serta mempersiapkan anggarannya.
“Karena, kami melihat, ada upaya-upaya agar pilpanag tidak dilaksanakan tahun ini. Untuk itu, jangan bermain-main dan berupaya menundanya,” Ketua Fraksi NasDem tersebut.
Selain itu, Sekretaris TAPD agar mempersiapkan anggaran pelaksanaan pilpanag. “Bukan hanya kita bilang, sudah dipersiapkan. Tapi, pemerintah daerah tidak mempersiapkan. Sehingga, berdebat kusir lagi di badan anggaran dalam membahas anggaran tersebut,” papar Bernhard.
Kemudian, tahapan-tahapan pelaksanaan pilpanag harusnya sudah dimulai dari sekarang karena anggarannya telah ditampung dalam APBD 2022 yang dibahas pada tahun 2021. “Nantinya juga akan ditambah anggarannya,” jelas Bernhard.
Koordinator TAPD, Ramadani Purba menyampaikan, menerima saran dan masukan secara baik. “Namun kami barang kali butuh komunikasi juga dengan pimpinan kaitan dengan rekomendasi dan aspirasi dari badan anggaran untuk sepakat melaksanakan pilpanag tahun ini,” papar Ramadani.
Ramadani menerangkan, izinkan juga melakukan kajian secara khusus dan cermat bersama OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait. “Agar bisa melakukan syarat-syarat teknis yang disarankan,” terang mantan Kepala Dinas Perhubungan Simalungun tersebut.
Sebelumnya, Kepala Dinas PMPN Simalungun, Jonni Saragih menjelaskan, bahwa di APBD 2022 sudah ditampung anggaran untuk Pilpanag sebesar Rp1,4 Miliar. “Namun pada perjalanannya ada beberapa kendala teknis yang harus dipenuhi, sehingga pilpanag itu bisa dilakukan. Makanya bahasanya tidak ditunda, melainkan tertunda,” jelasnya.
Jonni melanjutkan, kendala teknis pertama adalah Perda yang mengatur tentang nagori dan terbitnya Permendagri tentang pemilihan kepala desa. “Di sana ada diatur tentang syarat calon, yang di mana syarat calon pangulu harus berdomisili selama satu tahun di nagori tersebut telah dihapus,” papar Jonni.
Kendala teknis yang kedua, sambung Jonni, adalah soal pembiayaan yang di dalam APBD sebesar Rp1,4 M. “Tentu anggaran itu disusun pada analisa saat itu. Namun saat covid-19, ada aturan baru, yang mengatur bahwa satu TPS itu paling banyak 500 DPT,” terang Jonni. (di)
Discussion about this post