PENA24JAM.COM, SIMALUNGUN – Kurang lebih tiga tahun lamanya, sebuah pengaduan, Julfrans Purba (pelapor) warga Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematang Siantar, mengendap di Satuan Reskrim Polres Simalungun.
“Sejak dilaporkan pada 2 Juli 2022 silam oleh klien kami,” ungkap, Julfrans Purba melalui Kuasa Hukumnya, Dr. Sepriandison Saragih kepada wartawan saat temu pers, Sabtu (23/8/2025).

Bahkan, status pengaduan itu juga masih tahap penyelidikan. Dan, berinisial RJS yang tinggal di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, sebagai terlapor belum ditetapkan tersangka.
“Mirisnya, selama tiga tahun itu juga, saksi-saksi pun belum ada diperiksa oleh penyidik,” kesal Sepriandison seraya menyebut penyidik dimaksud adalah, Aiptu Sarmanto Simanihuruk.
Namun, setelah menemui Kasat Reskrim Polres Simalungun, AKP Herison Manullang SH di Jalan Asahan KM 6, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, beberapa hari lalu. Pengaduan tersebut mulai kembali bergulir.
“Pak Kasat welcome saat ditemui dan langsung memerintahkan penyidik supaya segera memeriksa terlapor serta saksi-saksi. Bahkan, klien kami kembali dimintai keterangan tambahan,” kata Sepriandison.
Belakangan diketahui, pengaduan tersebut STPL No.STPL/1208/VII/2022/SU terkait dugaan penipuan uang. “Totalnya sebanyak Rp200 juta,” terang Sepriandison di kantor hukumnya.
Mulanya, RJS datang menawarkan bisnis tanam jahe kepada, Julfrans Purba dan membuat estimasi keuntungan yang akan diperoleh dalam bisnis apabila berkeinginan menitipkan modal.
“Karena saat itu kondisi, RJS secara ekonomi sedang tidak baik dan tidak ada job. Dan, lagi klien kami dengan RJS masih keluarga dekat. Sehingga, kilen kami menitipkan modal usaha kepada terlapor RJS pada 7 Januari 2020,” ujar Sepriandison.
Tapi, sejak modal usaha berupa titipan dana itu dititipkan, perkembangan pengolahan lahan, penyediaan bibit, penanaman, perawatan maupun hasil panen tidak pernah diberitahu.
“Pernah ditanya oleh kilen saya, tapi terlapor terkesan tidak jujur dan selalu mengelak. Lalu, berulang kali dicoba menemui terlapor dan keluarganya, namun tidak mendapat jawaban yang bisa diterima secara logis,” paparnya.
Kendati demikian, Julfrans Purba masih bersabar. Dan, RJS kembali berusaha meyakinkan, Julfrans Purba agar bersedia menambah modal.
“Kali itu, trik yang disampaikan untuk meyakinkan kembali kilen kami, terlapor menawarkan surat tanah nomor 19 atas nama terlapor agar ditebus dari sebuah BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sebesar Rp50 juta,” urai Sepriandison.
Lalu, Julfrans Purba bersama RJS pergi ke BPR di Kecamatan Raya untuk menebus surat tanah dimaksud yang akan jatuh tempo. Dan, Julfrans Purba akhirnya memberikan uang sebanyak Rp50 juta.
“Tetapi, setibanya di sana, terungkap fakta bahwa pinjaman si terlapor bukan Rp50 juta. Melainkan Rp43 juta. Artinya, di situ juga ada rangkaian-rangkaian kebohongan yang dilakukan terlapor dan jelas tidak jujur,” beber Sepriandison.
Tak sampai di situ, untuk meyakinkan, Julfrans Purba. RJS, masih juga membujuk rayu. Dan, bilang agar memegang surat tanah berupa sertifikat yang ditebus dan dinotariskan. Yang kemudian, Julfrans Purba kembali menuruti.
“Entah ilmu apa yang dipakai si terlapor. Sehingga, percaya saja klien kami ini. Lalu, pergilah klien kami ini dengan si terlapor ke salah satu notaris di Kabupaten Simalungun,” paparnya.
Ironisnya, sejak surat tanah diserahkan kepada notaris. Justru kembali terungkap dugaan kebohongan, RJS yang baru yakni, tak kunjung memberikan identitas pribadinya kepada notaris.
“Masak, KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai identitas pribasi tidak bisa dibaca. Dan, klien kami pernah berkomunikasi dengan si notaris, disampaikan sudah berulang kali menghubungi terlapor, tidak ada respon. Malah ada indikasi, terlapor diduga akan membuat surat hilang,” ucapnya.
Selanjutnya, di luar dari penebusan surat tanah di BPR, Julfrans Purba kembali menitipkan sebesar Rp50 juta. Sehingga, total uang milik, Julfrans Purba sebesar Rp100 juta dititipkan kepada, RJS.
“Maka, total keseluruhan kerugian klien kami sebesar Rp200 juta. Mengenai kasus ini, kabarnya sudah pernah digelar perkara mungkin sebelum bapak kasat yang sekarang di Wasidik Poldasu,” tandasnya.
Terkait gelar perkara yang dilakukan tahun 2023, Julfrans Purba tidak tau-menahu. Kendati demikian, sebelumnya untuk gelar perkara tersebut, Julfrans Purba memberikan partisipasi sebagai dana gelar dan operasional sebagaimana disampaikan oleh pengacara terdahulu kepada Julfrans Purba.
“Untuk operasional itu disampaikan melalui oknum tertentu. Tapi, hasilnya di luar kewajaran alias nihil. Termasuk soal rekomendasinya yang akan memeriksa saksi-saksi dan BPR tidak ada dilakukan oleh penyidik,” bebernya.
Selanjutnya, karena para saksi dan BPR tidak pernah diperiksa, menuai pertanyaan terhadap penyidik. “Apakah ada intervensi dari oknum tertentu atau pihak keluarga terlapor?” tanya Sepriandison.
Selain itu, karena lambatnya penyelidikan dilakukan penyidik. Terlapor juga masih bebas, seolah kebal hukum. “Untuk itu kami meminta pak Kapolres Simalungun dan Kasat Reskrim agar memberikan perhatian terhadap proses penyelidikan yang ada agar prosesnya yang terpendam tidak terulang,” tegasnya.
Namun, bila penyidik tak kunjung menuntaskan dan menetapkan sebagai tersangka serta tidak menahan terlapor. Julfrans Purba melalui Kuasa Hukumnya, Sepriandison Saragih akan melaporkan ke Polda Sumut.
“Kami masih percaya kepada Polres Simalungun dalam menangangani perkara dugaan tindak pidana penipuan ini secara profesional. Tapi, bila tidak ada juga kepastian hukum di Sat Reskrim Polres Simalungun, kami akan menyampaikan pengaduan klien kami ini ke Polda Sumut,” tandasnya.
Sementara, Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang melalui KBO Sat Reskrim, Ipda Bilson Hutauruk menjelaskan bahwa laporan tersebut sedang berproses.
“Berproses sekarang ini. Penyidik sudah melakukan pemanggilan terhadap penyedia jahenya dari Kabupaten Karo. Hanya saja saja tidak hadir,” jelasnya. (*)
Discussion about this post