PENA24JAM.COM, SIMALUNGUN – Rapat (rakor) koordinasi percepatan penyelesaian persoalan tanah PT TPL dengan masyarakat Lamtoras, Nagori Sihaporas di Balei Harungguan Djabanten Damanik, kembali digelar, Selasa (14/10/2025).
Diketahui, Rakor turut dihadiri unsur Forkopimda dan ahli waris tujuh Kerajaan di Simalungun (Siantar, Dolok Silau, Tanoh Jawa, Panei, Purba, Raya, dan Nagur).

Selanjutnya, Wakil Ketua Partua Maujana Simalungun, Ketua Umum Persatuan Keturunan Raja/Cendikiawan Simalungun, perwakilan Himapsi, Ikatan Keluarga Muslim Simalungun, serta berbagai organisasi adat lainnya.
Pada Rakor, terungkap bahwa dari dari 267 Kepala Keluarga masyarakat di Sihaporas, hanya 49 KK yang mengklaim tanah adat Lamtoras.
Selain itu, juga terungkap bahwa tidak ada tanah adat di Simalungun. “PMS menginginkan Bupati supaya memutus pengajuan tanah adat agar tidak terjadi konflik status kepemilikan,” ucapnya Amsar Saragih mewakili Partuha Maujana Simalungun.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Pemangku Adat Cendikiawan Simalungun, dr Sarmedi Purba. “Masyarakat dan tanah adat belum ada di Simalungun. Kita berharap konflik di Sihaporas jangan terjadi lagi,” ungkapnya.
Kemudian, Panner Damanik selaku Ketua Umum Ihutan Bolon Damanik menekankan perlunya ketegasan Pemkab. “Pertemuan seperti ini sudah sering dilakukan. Hanya Pemkab Simalungun-lah yang harus mengambil keputusan. Tegaslah kita dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Sementara, Kabag Hukum Pemkab Simalungun, Franky Purba menegaskan hingga saat ini belum ada payung hukum terkait pengakuan tanah adat. “Sampai saat ini Perda pengakuan masyarakat tentang tanah adat belum pernah ada,” tegasnya.
Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang menyampaikan harapannya atas hasil rakor. “Semoga dengan dilaksanakannya kegiatan ini dapat menghasilkan langkah-langkah terbaik, yang dapat diambil oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun sebagai kunci dalam menyelesaikan seluruh permasalahan konflik,” ujar Kapolres.
AKBP Marganda Aritonang mengungkapkan, bahwa penanganan konflik pertanahan ini harus mengacu pada koridor hukum yang berlaku. “Penanganan konflik secara undang-undang juga memang harus diambil alih oleh kepemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2012,” ungkap Kapolres.
Lebih lanjut, Kapolres menjelaskan bahwa langkah menggelar rakor dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan merupakan strategi yang tepat. “Langkah ini merupakan langkah yang sangat strategis, mendengarkan secara langsung apa yang menjadi aspirasi dari seluruh pemangku adat terkait dengan status tanah yang berada di seluruh wilayah Simalungun,” ucapnya.
Kapolres mengatakan, hasil rakor ini menjadi landasan kuat bagi Pemkab Simalungun untuk mengambil keputusan. “Saya berharap Pemkab dengan mendengar seluruh aspirasi yang sudah disampaikan oleh seluruh pemangku adat yang ada di Simalungun ini menjadi kunci penguat bagi Pemkab untuk segera mengambil sikap tegas,” katanya.
Sehingga, saat ini menjadi dasar yang kuat nanti untuk penyelesaian seluruh permasalahan yang ada. “Tidak hanya di Sihaporas. Tetapi wilayah lainnya di Kabupaten Simalungun,” ujar Kapolres. (rel)
Discussion about this post